KEPAILITAN PERUSAHAAN



KEPAILITAN PERUSAHAAN




Pengertian dan Penjelasan Terhadap Kepailitan suatu Perusahaan

Pengertian Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

Peraturan Perundangan tentang Kepailitan

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.

Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).

Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.

Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

Tujuan utama kepailitan

Tujuan nya adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

Lembaga kepailitan

Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:

1.      kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.

2.      kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.


Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:

·         atas permohonan debitur sendiri
·         atas permintaan seorang atau lebih kreditur
·         oleh kejaksaan atas kepentingan umum
·         Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
·         oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu:

1.      Memiliki minimal dua kreditur;

2.      Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.


Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan harta pailit).

Siapa yang Mempailitkan Siapa

Setiap kreditur (perorangan atau perusahaan) berhak mempailitkan debiturnya (perorangan atau perusahaan) jika telah memenuhi syarat yang diatur dalam UUK, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Dikecualikan oleh Undang-Undang Kepailitan adalah Bank dan Perusahaan Efek. Bank hanya bisa dimohonkan pailitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan perusahaan efek hanya bisa dipailitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Bank dan Perusahaan Efek hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, hal ini didasarkan pada satu alasan bahwa kedua institusi tersebut melibatkan banyak uang masyarakat, sehingga jika setiap kreditur bisa mempailitkan, hal tersebut akan mengganggu jaminan kepastian bagi para nasabah dan pemegang saham.

Jika kita melihat kasus Prudential dan Manulife beberapa waktu yang lalu, maka telah nyata bagi semua kalangan, bahwa perusahaan asuransi pun melibatkan uang masyarakat banyak, sehingga seharusnya UUK mengatur bahwa Perusahaan Asuransi pun harus hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, dalam hal ini Departemen Keuangan. Kejaksaaan juga dapat mengajukan permohonan pailit yang permohonannya didasarkan untuk kepentingan umum.

Berikut beberapa faktor penyebab perusahaan mengalami pailit:

1. Tidak mampu menangkap kebutuhan konsumen

Sebuah perusahaan harus mampu menangkap kebutuhan konsumen agar layanan atau produk yang diberikan diterima pasar. Namun, jika hal itu diabaikan apa yang dihadirkan perusahaan akan sia-sia karena tidak dapat diserap konsumen akibat tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

2. Terlalu fokus pada pengembangan produk

Fokus terhadap pengembangan produk merupakan hal yang baik dan harus dipertahankan. Namun, apa jadinya jika terlalu fokus terhadap hal tersebut? Selain melupakan kebutuhan konsumen, perusahaan yang terlalu fokus pada pengembangan produk akan kehilangan kepekaan terhadap apa yang terjadi di dalam perusahaan, situasi di luar, dan lain-lain.

3. Ketakutan berlebihan

Ketakutan bangkrut, ketakutan rugi, ketakutan tidak dapat melayani konsumen, ketakutan ketidakmampuan mengatasi masalah, semua itu wajar asal masih dalam porsinya. Namun, apabila ketakutan itu melebihi batas normal, kondisi tersebut harus diwaspadai karena akan menghambat kinerja perusahaan dan membawa kehancuran.

4. Berhenti melakukan inovasi

Kasus bangkrutnya Kodak bisa menjadi pelajaran bagaimana penting sebuah inovasi dalam berbisnis. Inovasi merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap pengusaha. Tanpa inovasi, produk-produk yang dijual lama kelamaan akan membosankan bagi masyarakat yang menjadi target pasar.

5. Kurang mengamati pergerakan kompetitor

Kurang mengamati pergerakan kompetitor akan menyebabkan sebuah perusahaan kalah bersaing dan tertinggal jauh di belakang. Sebuah perusahaan harus tetap memperhatikan langkah-langkah yang dilakukan kompetitor.

6. Harga terlalu mahal

Beberapa orang percaya bahwa harga mahal akan membuat produk sebuah perusahaan tampak lebih bagus dan lebih mewah dari aslinya. Namun, apa jadinya jika ada perusahaan baru yang mengeluarkan produk mirip dengan barang perusahaan Anda dan menjualnya jauh lebih murah? Kemungkinan akan ditinggal konsumen sangat besar.

Penyebab Lain

• Terlilit utang
• Ekspansi berlebihan
• Penipuan dilakukan CEO
• Kesalahan manajemen perusahaan
• Pengeluaran tidak terkendali

Sumber :

www.e-jurnal.com/2013/09/faktor-faktor-penyebab-kebangkrutan.html
 

TENTANG LEASING



LEASING




Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.

Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.

Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya.

Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks.

Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit. Perbedaan jenis leasing menyebabkan perbedaan dalam pengungkapan laporan keuangan, perlakuan pajak dan akibatnya pada pajak penghasilan badan akhir tahun. Capital lease dan operating lease sama-sama dikenakan pajak pertambahan nilai, sedangkan untuk operating lease disamping dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 23, hal ini karena diperlakukan sebagai sewa menyewa biasa. Biaya-biaya yang berkaitan dengan transaksi lease dianggap sebagai biaya usaha bagi pihak lessee.

Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih.

Disamping hal tersebut di atas para pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi. Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan fiskal adalah transaksi capital lease diperhitungkan sebagai operational lease pembayaran lease dianggap sebagai biaya mengurangi pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari segi komersial.

Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:
1.      Pembiayaan perusahaan
2.      Penyediaan barang-barang modal
3.      Jangka waktu tertentu
4.      Pembayaran secara berkala
5.      Adanya hak pilih (option right)
6.      Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7.      Adanya pihak lessor
8.      Adanya pihak lessee

Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan-perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

1.  Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.

2.  Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri.

3.   Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.

4.     Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.

5.      Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional, artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.

6.   Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa kewajibannya.

7.      Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.

8.  Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.

9.  Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.

Klasifikasi Leasing

1.      Capital Lease

Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.

Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.

Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa dibedakan menjadi dua yaitu:

a.       Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.

b.      Sale and lease back
Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan direct finance lease. 

Di sini lessee memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkan sesuai dengan nilai objek barang lease.

2.      Operating Lease

Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.

Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.

3.      Sales type lease (Lease Penjualan)

Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.

4.      Leverage Lease

Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.

5.      Cross Border Lease

Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda.

Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.


Prosedur Mekanisme Leasing

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1.   Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.

2.   Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.

3.   Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.

4.   Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.

5. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.

6.      Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suppplier.

7.  Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.

8.       Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
      9.     Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.

Aspek perpajakan yang berkaitan dengan leasing.

1.                  Pajak Penghasilan (PPh)

Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi”. Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa angsuran-angsuran atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.

Pasal 17 ayat 2 menyatakan:
a.   Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b.    Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee. Di sini dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor untuk transaksi operational lease diperlukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan sebagi sewa-menyewa biasa.

2.                  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a.       Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:

1)   Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 1994 huruf d dan e, Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi capital lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah pengusaha kena pajak.

2)      Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan penyerahan barang kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa.

3)      Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.

4)  PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi lessor dan merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.

b.      Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan atas perolehan barang tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian melease kembali barang tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukan.

Ø  Lease : Suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa tertentu.

Ø  Lessee : Pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.

Ø  Lessor : Pemilik dari aktiva yang akan di lease.

Ø  Lease term: Jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:

a.       Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.
b.      Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease.
c.       Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa lease.
d.    Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbarui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease.
e.       Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu diberikan jaminan oleh lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi
.
Ø  Residual Value: Nilai leased asset yang diperkirakan dapat direalisasi pada akhir periode sewa.

Ø  Security Deposit (SD): Jaminan kas yang diminta lessor dari sewa lessee untuk menjamin pembayaran sewa atau kewajiban sewa lainnya.



Sumber :

http://mengerjakantugas.blogspot.co.id/2009/04/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian.html