PARAGRAF DEDUKTIF DAN INDUKTIF

PARAGRAF DEDUKTIF

     Paragraf deduktif adalah suatu Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal Paragraf. Paragraf ini diawali dengan pernyataan yang bersifat umum dan kemudian dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan khusus yang berupa contoh-contoh, rincian khusus, bukti-bukti dan lain-lain. Karena Paragraf deduktif dikembangkan dari suatu pernyataan umum, maka pola kalimatnya adalah dari umum ke khusus.

Contoh paragraf Deduktif :

Kemacetan sudah menjadi hal yang biasa di Kota Jakarta. Kemacetan tersebut diseabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, jumlah kendaraan yang ada di Jakarta tidak seimbang dengan luasnya jalan. Kedua, Kurangnya kedisiplinan bagi semua pengguna jalan raya. Ketiga, Kemunculan tempat-tempat yang menganggu lalu lintas seperti pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Yang terakhir, Ketidak tegasan aparat yang berwenang dalam menindak para pelanggar lalu lintas.

PARAGRAF INDUKTIF

Kalimat utama Paragraf induktif terletak pada bagian akhir Paragraf. Paragraf ini diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa fakta, contoh-contoh, rincian khusus maupun  bukti-bukti yang kemudia disimpulkan atau digeneralisasikan ke dalam satu kalimat pada akhir Paragraf. Paragraf Induktif dikembangkan dari pola khusus ke umum.


Contoh paragraf Induktif :

Merokok bisa menyebabkan gangguan pernafasan, seperti bronkitis, asma, dan lainnya. Hal ini dikarenakan asap yang masuk ke dalam tubuh sangatlah berbahaya. Selain menyebabkan gangguan pada pernafasan, merokok juga bisa menyebabkan kanker paru – paru. Kandungan tar yang ada pada rokok akan memicu sel – sel kanker pada paru – paru untuk berkembang. Terlebih lagi, merokok juga bisa menyebabkan kecanduan.  Nikotin yang ada pada rokok akan mempengaruhi otak untuk terus mengkonsumsi rokok, sehingga membuat perokok susah untuk menghentikannya. Oleh karena itu, merokok sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia.
 

PARAGRAF DEDUKTIF DAN INDUKTIF

PARAGRAF DEDUKTIF

     Paragraf deduktif adalah suatu Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal Paragraf. Paragraf ini diawali dengan pernyataan yang bersifat umum dan kemudian dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan khusus yang berupa contoh-contoh, rincian khusus, bukti-bukti dan lain-lain. Karena Paragraf deduktif dikembangkan dari suatu pernyataan umum, maka pola kalimatnya adalah dari umum ke khusus.

Contoh paragraf Deduktif :

Kemacetan sudah menjadi hal yang biasa di Kota Jakarta. Kemacetan tersebut diseabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, jumlah kendaraan yang ada di Jakarta tidak seimbang dengan luasnya jalan. Kedua, Kurangnya kedisiplinan bagi semua pengguna jalan raya. Ketiga, Kemunculan tempat-tempat yang menganggu lalu lintas seperti pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Yang terakhir, Ketidak tegasan aparat yang berwenang dalam menindak para pelanggar lalu lintas.

PARAGRAF INDUKTIF

Kalimat utama Paragraf induktif terletak pada bagian akhir Paragraf. Paragraf ini diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa fakta, contoh-contoh, rincian khusus maupun  bukti-bukti yang kemudia disimpulkan atau digeneralisasikan ke dalam satu kalimat pada akhir Paragraf. Paragraf Induktif dikembangkan dari pola khusus ke umum.


Contoh paragraf Induktif :

Merokok bisa menyebabkan gangguan pernafasan, seperti bronkitis, asma, dan lainnya. Hal ini dikarenakan asap yang masuk ke dalam tubuh sangatlah berbahaya. Selain menyebabkan gangguan pada pernafasan, merokok juga bisa menyebabkan kanker paru – paru. Kandungan tar yang ada pada rokok akan memicu sel – sel kanker pada paru – paru untuk berkembang. Terlebih lagi, merokok juga bisa menyebabkan kecanduan.  Nikotin yang ada pada rokok akan mempengaruhi otak untuk terus mengkonsumsi rokok, sehingga membuat perokok susah untuk menghentikannya. Oleh karena itu, merokok sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia.
 

PARAGRAF DEDUKTIF DAN INDUKTIF

PARAGRAF DEDUKTIF

     Paragraf deduktif adalah suatu Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal Paragraf. Paragraf ini diawali dengan pernyataan yang bersifat umum dan kemudian dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan khusus yang berupa contoh-contoh, rincian khusus, bukti-bukti dan lain-lain. Karena Paragraf deduktif dikembangkan dari suatu pernyataan umum, maka pola kalimatnya adalah dari umum ke khusus.

Contoh paragraf Deduktif :

Kemacetan sudah menjadi hal yang biasa di Kota Jakarta. Kemacetan tersebut diseabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, jumlah kendaraan yang ada di Jakarta tidak seimbang dengan luasnya jalan. Kedua, Kurangnya kedisiplinan bagi semua pengguna jalan raya. Ketiga, Kemunculan tempat-tempat yang menganggu lalu lintas seperti pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Yang terakhir, Ketidak tegasan aparat yang berwenang dalam menindak para pelanggar lalu lintas.

PARAGRAF INDUKTIF

Kalimat utama Paragraf induktif terletak pada bagian akhir Paragraf. Paragraf ini diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa fakta, contoh-contoh, rincian khusus maupun  bukti-bukti yang kemudia disimpulkan atau digeneralisasikan ke dalam satu kalimat pada akhir Paragraf. Paragraf Induktif dikembangkan dari pola khusus ke umum.


Contoh paragraf Induktif :


 

PARAGRAF DEDUKTIF DAN INDUKTIF

PARAGRAF DEDUKTIF

      Paragraf Deduktif merupakan paragraf yang dimulai dengan menyatakan masalah-masalah yang bersifat umum atau luas, setelah itu diperoleh suatu simpulan yang bersifat khusus. Pola paragraf ini adalah umum-khusus.

Contoh paragraf Deduktif :

Kemacetan sudah menjadi hal yang biasa di Kota Jakarta. Kemacetan tersebut diseabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama, jumlah kendaraan yang ada di Jakarta tidak seimbang dengan luasnya jalan. Kedua, Kurangnya kedisiplinan bagi semua pengguna jalan raya. Ketiga, Kemunculan tempat-tempat yang menganggu lalu lintas seperti pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Yang terakhir, Ketidak tegasna aparat yang berwenang dalam menindak para pelanggar lalu lintas


PARAGRAF INDUKTIF


Kalimat utama Paragraf induktif terletak pada bagian akhir Paragraf. Paragraf ini diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa fakta, contoh-contoh, rincian khusus maupun  bukti-bukti yang kemudia disimpulkan atau digeneralisasikan ke dalam satu kalimat pada akhir Paragraf. Paragraf Induktif dikembangkan dari pola khusus ke umum.


 

CONTOH SURAT RESMI BAHASA INGGRIS

                                                                                                         
Jakarta, 10 November 2016
PT. Podomoro Land 
Jl. Lenteng Agung No. 89
Jakarta Selatan


To, 

General Manager Affair
PT. Adhi Karya
Jl. Margonda Raya No. 100
Depok


    Dear Mrs. Natalie,

    Throug h this letter, let us introduce our company to you. Our company named PT. Podomoro Land is engaged in the construction company. According to the information we collect, PT. Adhi Karya is a construction company that is growing rapidly and very realible.

    With this letter, we would like to ask you to work together with our company for building residences with “Go Green” Concept. Related to this, we invite you to attend a meeting to discuss further. This meeting will be held on :

    Day/Date : Monday / October 31, 2016
    Time : 9 A.M – End 
    Place : Margo City

We hope that you will be able to come. Thanks for your attention. 
     
                Sincerenly,




(                                       )

 Maharani Galuh Paramitha, S.E

                 Secretary 

 

CIRI - CIRI KALIMAT EFEKTIF BESERTA CONTOHNYA


CIRI- CIRI KALIMAT EFEKTIF

1.      Kesepadanan


Kesepadanan adalah keseimbangan antara gagasan atau pemikiran dengan struktur bahasa yang dipakai dalam kalimat.


     a.      Mengandung unsur gramatikal (SPOK)


              Contoh :


              -  Tidak Efektif :  Angel menulis surat.


              -  Efektif : Angel menulis surat di meja belajar.


     b.      Tidak menjamakkan objek


              Contoh :


              -  Tidak efektif : Adinda sedang bermain, Adinda bersenda gurau.


              -  Efektif : Adinda sedang bermain dan bersenda gurau.



2.      Kesejajaran


Kesamaan bentuk kata atau imbuhan pada satu kalimat.


          Contoh :


          -  Tidak efektif : Natasya memakai baju setelah menyetrikanya.


           -  Efektif : Setelah disetrika, baju itu dipakai Natasya.



3.      Ketegasan


Memberikan penekanan dalam suatu kalimat, dengan cara :


         a.      Meletakkan kata yang diinginkan ditonjolkan didepan kalimat.


                 -  Tidak efektif : Ignas berkeinginan untuk bisa membahagiakan keluarganya.


                 -  Efektif : Keinginan Ignas untuk bisa membahagiakan keluarganya.


         b.      Membuat urutan yang bertahap


                 -  Tidak efektif : Rapat itu dihadiri oleh para staff, Manager serta Direktur.


                 -  Efektif : Rapat itu dihadiri oleh Direktur, Manager serta para staff.


         c.       Melakukan pengulangan kata


                 -  Tidak efektif : Dia tampan, baik hati.


                 -  Efektif : Dia itu tampan, dia juga baik hati.


         d.      Menggunakan partikel –lah, -pun, -kah

         Contoh : 
         (-kah) Diakah yang telah memenangkan kejuaraan cerdas cermat?
         (-lah) Dialah yang telah memenangkan kejuaraan cerdas cermat.
         (-pun) Diapun telah memenangkan kejuaraan cerdas cermat.


4.      Kehematan


Tidak menggunakan kata frasa yang tidak diperlukan


          Contoh :


         -  Tidak efektif : Karena saya tidak lolos audisi, saya merasa sedih.


         -  Efektif : Saya merasa sedih karena tidak lolos audisi.



5.      Kecermatan


Tidak memberikan makna ganda (ambigu)


         Contoh :


        -  Tidak efektif :  Baru di beli Iphone Yoga rusak.


        -  Efektif :  Iphone yang baru dibeli Yoga sudah rusak.



6.      Kepaduan


Tidak bertele-tele dan langsung pada inti kalimat


         Contoh :


         -  Tidak efektif : Asisten Praktikum Akuntansi Perpajakan membahas tentang ujian .


         -  Efektif : Asisten membahas ujian Praktikum Akuntansi Perpajakan.



7.      Kelogisan


Unsur – unsur dalam kaliamat harus berdasarkan logika dan nyata


          Contoh :


         -  Tidak efektif : Untuk Kepala Sekolah, waktu dan tempat kami persilahkan.


         -  Efektif :  Untuk Kepala Sekolah kami persilahkan.


 

CIRI - CIRI KALIMAT EFEKTIF BESERTA CONTOHNYA


CIRI- CIRI KALIMAT EFEKTIF

1.      Kesepadanan


Kesepadanan adalah keseimbangan antara gagasan atau pemikiran dengan struktur bahasa yang dipakai dalam kalimat.


     a.      Mengandung unsur gramatikal (SPOK)


              Contoh :


              -  Tidak Efektif :  Angel menulis surat.


              -  Efektif : Angel menulis surat di meja belajar.


     b.      Tidak menjamakkan objek


              Contoh :


              -  Tidak efektif : Adinda sedang bermain, Adinda bersenda gurau.


              -  Efektif : Adinda sedang bermain dan bersenda gurau.



2.      Kesejajaran


Kesamaan bentuk kata atau imbuhan pada satu kalimat.


          Contoh :


          -  Tidak efektif : Natasya memakai baju setelah menyetrikanya.


           -  Efektif : Setelah disetrika, baju itu dipakai Natasya.



3.      Ketegasan


Memberikan penekanan dalam suatu kalimat, dengan cara :


         a.      Meletakkan kata yang diinginkan ditonjolkan didepan kalimat.


                 -  Tidak efektif : Ignas berkeinginan untuk bisa membahagiakan keluarganya.


                 -  Efektif : Keinginan Ignas untuk bisa membahagiakan keluarganya.


         b.      Membuat urutan yang bertahap


                 -  Tidak efektif : Rapat itu dihadiri oleh para staff, Manager serta Direktur.


                 -  Efektif : Rapat itu dihadiri oleh Direktur, Manager serta para staff.


         c.       Melakukan pengulangan kata


                 -  Tidak efektif : Dia tampan, baik hati.


                 -  Efektif : Dia itu tampan, dia juga baik hati.


         d.      Menggunakan partikel –lah, -pun, -kah


                 -  Tidak efektif : Diakan yang memenangkan kejuaraan?


                 -  Efektif : Diakah yang memenangkan kejuaraan?



4.      Kehematan


Tidak menggunakan kata frasa yang tidak diperlukan


          Contoh :


         -  Tidak efektif : Karena saya tidak lolos audisi, saya merasa sedih.


         -  Efektif : Saya merasa sedih karena tidak lolos audisi.



5.      Kecermatan


Tidak memberikan makna ganda (ambigu)


         Contoh :


        -  Tidak efektif :  Baru di beli Iphone Yoga rusak.


        -  Efektif :  Iphone yang baru dibeli Yoga sudah rusak.



6.      Kepaduan


Tidak bertele-tele dan langsung pada inti kalimat


         Contoh :


         -  Tidak efektif : Asisten Praktikum Akuntansi Perpajakan membahas tentang ujian .


         -  Efektif : Asisten membahas ujian Praktikum Akuntansi Perpajakan.



7.      Kelogisan


Unsur – unsur dalam kaliamat harus berdasarkan logika dan nyata


          Contoh :


         -  Tidak efektif : Untuk Kepala Sekolah, waktu dan tempat kami persilahkan.


         -  Efektif :  Untuk Kepala Sekolah kami persilahkan.


 

RAGAM BAHASA

RAGAM BAHASA


Pengertian Ragam Bahasa

     Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

     Ragam bahasa dapat timbul karena adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan, yaitu :

1.  Variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu.

2.  Variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.


Ragam bahasa berdasarkan media, dibedakan menjadi :

1.     Ragam lisan
       
       Ragam bahasa lisan adalah sutu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ of speech). Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata bahasa, kosakata, dan lafal dalam pengucapannya. Karena dengan memperhatikan hal-hal tersebut, pembicaraan dapat mengatur tinggi rendah suara atau tekanan yang dikeluarkan, mimik atau ekspresi muka yang ditunjukkan, serta gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide dari sang pembicara.

Contoh ragam lisan, meliputi :
 -  Ragam bahasa cakapan
 -  Ragam bahasa pidato
 -  Ragam bahasa kuliah
 -  Ragam bahasa panggung

Ciri-ciri ragam lisan :

1.  Memerlukan orang kedua atau teman berbicara
2.  Tergantung kondisi, ruang dan waktu
3.  Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi dan bahasa tubuh
4.  Berlangsung cepat

Contohnya : 
“Saya sudah cuci baju itu”.

2.     Ragam tulis

      Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memnfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam bahasa tulis ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan pemilihan kosa kata. Karena dalam ragam bahasa tulis ini kita dituntut untuk tepat dalam pemilihan unsur tata bahasa seperti bentuk kata, susunan kalimat, pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan juga penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide kita.

Contoh ragam bahasa tulis, meliputi :

 -  Ragam bahasa teknis
 -  Ragam bahasa undang-undang
 -  Ragam bahasa catatan
 -  Ragam bahasa surat


Ciri-ciri ragam tulis :

1. Tidak memerlukan orang kedua atau teman bicara
2. Tidak tergantung kondisi, ruang, dan waktu
3. Harus memperhatikan unsur gramatikal
4. Berlangsung lambat
5. Selalu memakai alat bantu
6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi
7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh, mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.

Contohnya : 
“Saya sudah mencuci baju itu”.


Ragam bahasa berdasarkan situasi, dibedakan menjadi :

1.     Ragam bahasa resmi

   Bahasa resmi biasanya menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD), lugas, sopan, menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis. Ragam bahasa ini biasanya digunakan dalam acara-acara formal seperti pidato kenegaraan, rapat, di dalam undang-undang dan wacana teknis, atau pada saat berbicara kepada orang yang kita hormati.

2.     Ragam bahasa tidak resmi

       Ciri-ciri bahasa tidak resmi adalah kebalikan dari bahasa resmi. Biasanya digunakan oleh orang-orang yang sudah akrab, seperti antara teman dekat, antara orang tua dengan anak, atau kepada kerabat dekat lainnya. Ragam bahasa tidak resmi ini tidak terkait dengan aturan apapun, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang biasa mereka gunakan sehari-hari, bahkan kadang hanya mereka yang mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.

3.     Ragam bahasa akrab

       Penggunaan kalimat-kalimat pendekmerupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala, gerakan kaki dan gerakan tangan, dan ekspresi wajah.

4.     Ragam bahasa berkonsultasi

      Ketika kita mengunjungi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.



Sumber :
http://nita-afrilia.blogspot.co.id/2010/10/ragam-bahasa-indonesia.html
https://ryanzzeka.wordpress.com/2015/10/04/ragam-bahasa/
 

KEPAILITAN PERUSAHAAN



KEPAILITAN PERUSAHAAN




Pengertian dan Penjelasan Terhadap Kepailitan suatu Perusahaan

Pengertian Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

Peraturan Perundangan tentang Kepailitan

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.

Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).

Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.

Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

Tujuan utama kepailitan

Tujuan nya adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

Lembaga kepailitan

Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:

1.      kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.

2.      kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.


Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:

·         atas permohonan debitur sendiri
·         atas permintaan seorang atau lebih kreditur
·         oleh kejaksaan atas kepentingan umum
·         Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
·         oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu:

1.      Memiliki minimal dua kreditur;

2.      Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.


Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan harta pailit).

Siapa yang Mempailitkan Siapa

Setiap kreditur (perorangan atau perusahaan) berhak mempailitkan debiturnya (perorangan atau perusahaan) jika telah memenuhi syarat yang diatur dalam UUK, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Dikecualikan oleh Undang-Undang Kepailitan adalah Bank dan Perusahaan Efek. Bank hanya bisa dimohonkan pailitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan perusahaan efek hanya bisa dipailitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Bank dan Perusahaan Efek hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, hal ini didasarkan pada satu alasan bahwa kedua institusi tersebut melibatkan banyak uang masyarakat, sehingga jika setiap kreditur bisa mempailitkan, hal tersebut akan mengganggu jaminan kepastian bagi para nasabah dan pemegang saham.

Jika kita melihat kasus Prudential dan Manulife beberapa waktu yang lalu, maka telah nyata bagi semua kalangan, bahwa perusahaan asuransi pun melibatkan uang masyarakat banyak, sehingga seharusnya UUK mengatur bahwa Perusahaan Asuransi pun harus hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, dalam hal ini Departemen Keuangan. Kejaksaaan juga dapat mengajukan permohonan pailit yang permohonannya didasarkan untuk kepentingan umum.

Berikut beberapa faktor penyebab perusahaan mengalami pailit:

1. Tidak mampu menangkap kebutuhan konsumen

Sebuah perusahaan harus mampu menangkap kebutuhan konsumen agar layanan atau produk yang diberikan diterima pasar. Namun, jika hal itu diabaikan apa yang dihadirkan perusahaan akan sia-sia karena tidak dapat diserap konsumen akibat tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

2. Terlalu fokus pada pengembangan produk

Fokus terhadap pengembangan produk merupakan hal yang baik dan harus dipertahankan. Namun, apa jadinya jika terlalu fokus terhadap hal tersebut? Selain melupakan kebutuhan konsumen, perusahaan yang terlalu fokus pada pengembangan produk akan kehilangan kepekaan terhadap apa yang terjadi di dalam perusahaan, situasi di luar, dan lain-lain.

3. Ketakutan berlebihan

Ketakutan bangkrut, ketakutan rugi, ketakutan tidak dapat melayani konsumen, ketakutan ketidakmampuan mengatasi masalah, semua itu wajar asal masih dalam porsinya. Namun, apabila ketakutan itu melebihi batas normal, kondisi tersebut harus diwaspadai karena akan menghambat kinerja perusahaan dan membawa kehancuran.

4. Berhenti melakukan inovasi

Kasus bangkrutnya Kodak bisa menjadi pelajaran bagaimana penting sebuah inovasi dalam berbisnis. Inovasi merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap pengusaha. Tanpa inovasi, produk-produk yang dijual lama kelamaan akan membosankan bagi masyarakat yang menjadi target pasar.

5. Kurang mengamati pergerakan kompetitor

Kurang mengamati pergerakan kompetitor akan menyebabkan sebuah perusahaan kalah bersaing dan tertinggal jauh di belakang. Sebuah perusahaan harus tetap memperhatikan langkah-langkah yang dilakukan kompetitor.

6. Harga terlalu mahal

Beberapa orang percaya bahwa harga mahal akan membuat produk sebuah perusahaan tampak lebih bagus dan lebih mewah dari aslinya. Namun, apa jadinya jika ada perusahaan baru yang mengeluarkan produk mirip dengan barang perusahaan Anda dan menjualnya jauh lebih murah? Kemungkinan akan ditinggal konsumen sangat besar.

Penyebab Lain

• Terlilit utang
• Ekspansi berlebihan
• Penipuan dilakukan CEO
• Kesalahan manajemen perusahaan
• Pengeluaran tidak terkendali

Sumber :

www.e-jurnal.com/2013/09/faktor-faktor-penyebab-kebangkrutan.html