Tugas 1 Hukum dan Norma

NORMA DAN HUKUM

Hukum dan norma merupakan dua hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kedua hal tersebut saling berkaitan dan biasa disebut dalam satu kesatuan. Baik hukum maupun norma berperan dalam mengatur kehidupan manusia atau individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk lebih memahami keterkaitan antara keduanya, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah memahami pengertian dari hukum dan norma itu sendiri.

Hukum ialah peraturan yang dibuat dan disepakati secara resmi dan menjadi pengatur baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu dan dikuatkan oleh pemerintah. Biasanya juga dapat dikatakan sebagai UU, peraturan, patokan (kaidah, ketentuan).

Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Pengertian norma hukum dan pengelompokkannya

Pengertian norma hukum merupakan sekumpulan aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang sehingga berlaku secara paksa dan apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penjara atau denda.

Di pengelompokkannya ada beberapa jenis hukum di Indonesia.

Pertama dilihat dari hubungan yang diatur norma hukum dibagi menjadi dua yaitu hukum publik dan hukum privat. Hukum publik merupakan hukum yang mengatur hubungan antarwarga negara dan antara negara, sedangkan hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu.

Pengelompokkan yang kedua adalah menurut ruang lingkupnya terdiri dari hukum nasional dan internasional.

Pengelompokan yang ketiga dilihat berdasarkan saat berlakunya yaitu hukum positif, hukum yang berlaku akan datang, serta hukum alam (hukum yang berlaku dimanapun dan kapanpun, untuk sispun di seluruh dunia.

Pengelompokan yang keempat jika dilihat dari isinya maka dapat dibedakan menjadi hukum material dan hukum formal.

Untuk contoh dari norma hukum sendiri tentu tak asing bagi kita. Contohnya adalah peraturan lalu lintas, hukum terkait pajak, hukum tata negara dan sebagainya. Hukum-hukum semacam ini di Indonesia tertuang dalam perundang-undangan dengan pasal-pasalnya. Sanksi dari setiap pelanggaran sudah jelas. Aparat penegaknya pun sudah jelas.

Jika dilihat dari uraian diatas maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan. Pertama, norma hukum merupakan norma yang mengatur kehidupan manusia dala masyarakat khususnya sebagai warga negara. Kedua, pihak yang berwenang membuat aturan adalah pihak yang berwenang.

Selanjunya ketiga aturan tersebut bersifat memaksa. Keempat adalah norma hukum memiliki sanksi yang tegas. Kelima, norma hukum merupakan norma tertulis. Norma hukum bisa dibilang norma yang paling kuat keberadaannya walaupun norma lainnya juga memiliki sanksinya masing-masing.

Norma Hukum adalah aturan sosial yang dibentuk oleh lembaga-lembaga tertentu, seperti pemerintah, sehingga sifatnya memaksa, tegas melarang atau sesuai dengan pembuat peraturan. Pelanggaran norma hukum akan mendapatkan sanksi denda atau hukuman fisik. Penataan dan sanksi pelanggaran peraturan-peraturan hukumnya bersifat heteronon yang artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar yaitu oleh kekuasaan negara.

Ciri-Ciri Norma Hukum
Bersumber dari lembaga resmi milik pemerintah
Bersifat memaksa, tegas melarang.
Terdapat sanksi hukuman yang berupa denda,  hukuman fisik, atau pidana.

Contoh beberapa norma hukum, antara lain:

a.    Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

b.    Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.

c.    Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 (Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang) menyatakan bahwa setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk keluarganya.

d.   Pasal 51 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah) menyatakan bahwa Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Softskill Penulisan 1


Hukum Adat Di Indonesia/Asing

Pengertian Hukum Adat menurut para pakar, sebagai berikut :

Pengertian Hukum Adatmenurut Ter Haar, Hukum Adat adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan dengan penuh wibawa yang dalam pelaksanaannya "diterapkan begitu saja", artinya tanpa adanya keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat sama sekali.

Menurut Soekanto, Pengertian Hukum Adat ialah keseluruhan adat (yang tidak tertulis) dan hidup di dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum.

Hazairin mengemukakan Pengertian Hukum Adat,Hukum Adat merupakan kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu yang dibuktikan dengan kepatuhannya terhadap kaidah-kaidah tersebut.

Pengertian Hukum Adat menurut pendapat Van Vollenhoven, Hukum Adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku yang positif, yang dimana di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karenanya itu disebut hukum) dan di pihak yang lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karenanya itu disebut adat).

Menurut Supomo, Pengertian Hukum Adat ialah hukum yang mengatur tingkah laku individu atau manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik itu keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang hidup di dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankannya oleh anggota-anggota masyarakat itu, juga keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. Mereka yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan, memiliki kewenangan dalam memberi keputusan terhadap masyarakat adat itu, yaitu dalam keputusan lurah, pembantu lurah, wali tanah, penghulu, kepala adat dan hakim.

Suroyo Wignjodipuro mengemukakan pengertian hukum adat, Hukum Adat merupakan suatu kompleks dari norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang terus berkembang serta meliputi peraturan tingkat laku individu atau manusia dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis dan memiliki akibat hukum (sanksi) bagi pelanggarnya.

Sistem Hukum Adat

Untuk mengetahui sistem hukum adat, maka Soepomo membedakan antara sistem hukum adat dari sistem hukum barat agar dapat mengetahui sistem hukum adat.

(1) Hukum barat mengenal zakelijke rechten (yaitu hak atas suatu barang yang berlaku terhadap setiap orang) dan persoonlijke rechten (yaitu hak yang bersifat perorangan terhadap suatu objek), sedangkan hukum adat tidak mengenal pembagian ke dalam dua jenis hak tersebut.

(2) Hukum barat membedakan antara publiek recht dan privaatrecht, sedangkan perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum adat. Jika diadakan perbedaan seperti itu, maka batas-batas kedua lapangan hukum itupun berbeda pada kedua sistem hukum itu.

(3) Pelanggaran hukum dalam sistem hukum barat dibedakan atas yang bersifat pidana dan pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lapangan perdata sehingga masing-masing harus ditangani oleh hakim yang berbeda pula, perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum adat. Setiap pelanggaran hukum adat memerlukan pembentulan hukum dengan adatreaksi yang ditetapkan oleh hakim (kepala adat).

Sistem hukum adat inilah yang berlaku di seluruh nusantara sejak orang-orang Belanda belum dan sesudah menginjakkan kakinya di nusantara. Sebagai suatu sistem, meskipun berbeda dengan sistem hukum barat sebagaimana perbedaannya antara lain diungkapkan oleh Soepomo di atas, hukum adat juga memiliki aspek-aspek hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, bahkan hukum internasional. Sebagai suatu sistem, hukum adat mempunyai asas-asas yang sama, tetapi mempunyai perbedaan corak hukum yang bersifat lokal.

Mengacu pada adanya perbedaan corak antara hukum barat, sehingga Van Vollenhoven membagi lingkungan hukum adat atas 19 dan dari kesembilanbelas itu dirinci lagi atas beberapa kukuban hukum. Pembagian lingkungan hukum adat itu didahulukannya, karena diperlukan sebagai petunjuk arah agar hukum adat di seluruh Indonesia dapat dipahami dan ditaksir dengan baik.

Menurut Van Vollenhoven, pada masa VOC yang didirikan di negeri Belanda dengan hak oktroi, hubungan hukum dengan orang-orang di nusantara tetap menggunakan hukum adat.

Ciri-ciri hukum adat adalah :

1. Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi.
2. Tidak tersusun secara sistematis.
3. Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
4. Tidak tertatur.
5. Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan).
6. Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.

Hukum adat merupakan Hukum indonesia asli yang tidak tertulis di dalam perundang-undangan RI yang mengandung unsur agama.

Kedudukan Hukum Adat yaitu sebagai salah satu sumber penting guna memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada penyamaan hukum.

Dalam perkembangannya, hukum adat mengandung dua arti yaitu :

1. Hukum kebiasaan

Yang bersifat tradisional disebut juga hukum adat. Yaitu hukum yang dipertahankan dan berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat tertentu. Contoh : hukum adat Batak, hukum adat Jawa, dll.

2.      Hukum kebiasaan.

Yaitu hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dalam hubungan pergaulan antara yang satu dan yang lain, dalam lembaga-lembaga masyarakat dan dalam lembaga-lembaga kenegaraan, kesemuanya yang tidak tertulis dalam bentuk perundangan.

Tiga dimensi hukum adat yang mengatur gerak hidup manusia dimuka bumi ini yaitu :

1. Dimensi Adat Tapsila (Akhlakul Qarimah)

Yaitu dimensi yang mengatur norma-norma dan etika hubungannya dengan lingkungan  sosial budaya, pergaulan alam dan keamanan lahir batin.

2. Dimensi Adat Krama

Yaitu dimensi yang mengatur hukum dalam hubungan perluasan keluarga (perkawinan) yang sarat dengan aturan-aturan hukum adat yang berlaku di masyarakat.

3. Dimensi Adat Pati / Gama

Yaitu dimensi yang mengatur tata cara dan pelaksanaan upacara ritual kematian dan keagamaan sehingga dimensi adat Pati kerap disebut sebagai dimensi adat Gama (disesuaikan dengan ajaran agama masing-masing).

Corak-Corak Hukum Adat Indonesia

Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak yang terpenting adalah :

1. Bercorak Relegiues- Magis :

Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain.

Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan makluk-makluk lainnya.

Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah darp pada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat.

Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik.

 Arti Relegieus Magis adalah :
a. Bersifat kesatuan batin
b. Ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib
c. Ada hubungan dengan arwah-arwah nenek moyang dan makluk-makluk halus lainnya.
d. Percaya adanya kekuatan gaib
e. Pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang
f. Setiap kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegieus
g. Percaya adanya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam semesta seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan lain sebagainya.
h. Percaya adanya kekuatan sakti
i.     Adanya beberapa pantangan-pantangan.

2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan

Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan perseorangan..

Secara singkat arti dari Komunal adalah :
a. Manusia terikat pada kemasyarakatan tidak bebas dari segala perbuatannya.
b. Setiap warga mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.
c. Hak subyektif berfungsi sosial
d. Kepentingan bersama lebih diutamakan
e. Bersifat gotong royong
f. Sopan santun dan sabar
g. Sangka baik
h. Saling hormat menghormati

3. Bercorak Demokrasi

Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.

Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.

4. Bercorak Kontan

Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.

5. Bercorak Konkrit

Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.

Sumber-sumber hukum adat adalah :
1. Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
2. Kebudayaan tradisionil rakyat
3. Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
4. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
5. Pepatah adat
6. Yurisprudensi adat
7. Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu itu, yang memuat ketentuan - ketentuan hukum yang hidup.
8. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja.
9. Doktrin tentang hukum adat
10. Hasil-hasil penelitian tentang hukum adat.
11.   Nilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dalam masyarakat.

Pembidangan Hukum Adat

Mengenai pembidangan hukum adat tersebut, terdapat pelbagai variasi, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat, apabiladibandingkan dengan hukum Barat.

Pembidangan tersebut biasanya dapat diketemukan pada buku-buku standar, dimana sistematika buku-buku tersebut merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui pembidangan mana yang dianut oleh penulisnya. Van Vollen Hoven berpendapat, bahwa pembidangan hukum adat, adalah sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk masyarakat hukum adat
2. Tentang Pribadi
3. Pemerintahan dan peradilan
4. Hukum Keluarga
5. Hukum Perkawinan
6. Hukum Waris
7. Hukum Tanah
8. Hukum Hutang piutang
9. Hukum delik
10. Sistem sanksi.

Soepomo Menyajikan pembidangnya sebagai berikut :
1. Hukum keluarga
2. Hukum perkawinan
3. Hukum waris
4. Hukum tanah
5. Hukum hutang piutang
6. Hukum pelanggaran

Ter Harr didalam bukunya “ Beginselen en stelsel van het Adat-recht”, mengemukakan pembidangnya sebagai berikut :
1. Tata Masyarakat
2. Hak-hak atas tanah
3. Transaksi-transaksi tanah
4. Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut
5. Hukum Hutang piutang
6. Lembaga/ Yayasan
7. Hukum pribadi
8. Hukum Keluarga
9. Hukum perkawinan.
10. Hukum Delik
11. Pengaruh lampau waktu

Pembidangan hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana tersebut di atas, cenderung untuk diikuti oleh para ahli hukum adat pada dewasa ini. Surojo Wignjodipuro, misalnya, menyajikan pembidangan, sebagai berikut :
a. Tata susunan rakyat Indonesia
b. Hukum perseorangan
c. Hukum kekeluargaan
d. Hukum perkawinan
e. Hukum harta perkawinan
f. Hukum (adat) waris
g. Hukum tanah
h. Hukum hutang piutang
i. Hukum (adat) delik

Tidak jauh berbeda dengan pembidangan tersebut di atas, adalah dari Iman Sudiyat didalam bukunya yang berjudul “Hukum Adat, Sketsa Asa” (1978), yang mengajukan pembidangan, sebagai berikut :
Hukum Tanah
Transaksi tanah
Transaksi yang bersangkutan dengan tanah
Hukum perutangan
Status badan pribadi
Hukum kekerabatan
Hukum perkawinan
Hukum waris
Hukum delik adat.
.
Sumber : Buku dalam Penulisan Pengertian Hukum Adat dan Sistem Hukum Adat :
- A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat (Dulu, Kini dan Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta